Kasih orang tua lebih luas dan lebih dalam dari samudera manapun, tanpa batas untuk bisa di ukur. Do'a mereka mengiringi bingkai kehidupan. Mereka berikan yang terbaik dalam hal apapun khususnya demi keberhasilan-mu, jangan kecewakan mereka, walau mereka tidak pernah mengharapkan balasan, satu yang pasti BERHASIL-lah.

This is default featured post 1 title

Asrama putri UIN Jakarta.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 22 April 2011

Document pribadi








fiLsafat dan LOgika

Metodologi dan Metodologi Ilmiah
Metode berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu meta dan loghos. Meta (menuju, malalui, mengikuti) dan kata benda hodos (jalan, cara, arah). Kata metodhos yang berarti, penelitian, metode ilmiah, uraian ilmiah, yaitu cara mengetahui (prosedur) yang mempunyai langkah-langkah tertentu yang sistematis, atau cara berfikir/bertindak menurut aturan sistem tertentu agar kegiatan praktis terlaksana secara rasional dan terarah untuk mencapai hasil yang maksimal. Yang dimaksud sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu.
 Sementara metodologi barasal dari kata meta dan loghos, yang berarti ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Sementara metode ilmiah ialah cara mengetahui prsedur yang mempunyai langkah-langkah tertentu yang sistematis untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Fungsinya untuk mengetahui atau mendaparkan pengetahuan ilmiah.
Tahapn perkembangan kebudayaan terbagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap mistis (pra ilmiah), tahap ontologis (hokum yang menyebabkan), dan tahap fungsional (ilmiah; ketika seseorang menemukan sesuatu)
Hubungan berbagai tahapan-tahapan tersebut dengan metodologi yaitu :
1.      Kausalitas (sebab dan akibat)
2.      Kronologis (urutan)
3.      Substansi (tidak terpisahkan)  

Struktur pengetahuan ilmiah
            Struktur ialah susunan bagian-bagian sebuah bangunan. Bangunan tersebut digambar kan seperti sebuah rumah, yang pondasinya merupakan ontology, bagian tengah merupakan epistimologi, dan atapnya ialah axiology.
            Struktur pengetahuan ilmiah diibaratkan seperti sebuah piramid terbalik yang bersifat kumulatif ( bertumpuk dengan daya ukur yang tidak terbatas). Pengetahuan ilmiah sama dengan kumpulan teori.
Kronologi lahirnya pengetahuan ilmiah :
Ø  Asumsi : dugaan yang beralasan dan harus kuat, contoh : alam semesta
Ø  Postulat : asumsi dasar tanpa pembuktian/ karena alasannya sudah kuat, contoh : alam semesta diciptakan
Ø  Aksioma : pernyataan yang dianggap benar tanpa pembuktian contoh : alam semesta terbatas.
Ø  Paradigma : kebenaran niscaya yang bersifat memaksa yang menjadi dasar, contoh : alam semesta bisa diketahui
Ø  Premis : alas an yang menjadi dasar kesimpulan/ dasar berfikir
Ø  Hipotesa : dugaan sementara
Ø  Teori

Teori ilmiah berfungsi untuk, memprediksi, mengontrol, dan mengendalikan.

Sumber Pengetahuan dan Kriteria Kebenaran
            Sumber pengetahuan antara lain
1.       akal/pikiran, biasanya kaum rasio menggunakan akal untuk mendapat pengetahuan melalui penalaran akal secara abstrak.
2.      panca indera, kaum empiris atau disebut juga pengalaman panca indera, yang beranggapan bahwa pengetahuan itu didapat malaui pengalaman yang konkret.
3.      instuisi, merupakan pengetahuan yang didapat proses penalaran tertentu.
4.      hati,
5.       wahyu, merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada orang-orang terpilih saja seperti Rasull, agar dapat disampaikan kepada ummatnya.
Kriteria adalah ukuran yang menjadi suatu penilaian.
Kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu, atau pernyataan yang tidak mengundang keraguan. Pada dasarnya ada dua cara pokok agar manusia dapat mengetahui kebenaran.
1.      Mendasarkan diri pada rasio (rasional)
2.      Mendasarkan diri pada pengalaman (empirisme)
Kebenaran menurut beberapa teori, diantaranya :
Teori koherensi ialah suatu pernytaan benar jika dikaitkan dengan objek yang dituju.
Teori korespondensi ialah berlaku konsisiten dengan pernyataan yang berlaku secara umum.
Teori Pragmatisme ialah benar jika sesuatau itu bermanfaat, berguna, dan berfungsi.
Teori agama ialah berdasarkan kepada wahyu.

   

kedudukan Basmalah Dalam al-Fatihah

Kedudukan basmalah dalam fatihah
            Tidak berbeda dengan pendapat ulama dalam hal Basmalah, bahwa basmalah merupakan firman Allah swt. Yang tercantum dalam al-Qur`an, paling tidak pada Q.S an-Naml [27]:30. Tidak seorang ulamapun mengingkari pentingnya mengucapkan Basmalah pada awal membaca surah, tidak terkecuali termasuk ketika seseorang akan melakukan segala kegiatan, baik yang berhubungan dengan ibadah atau yang lainnya, seperti ketika akan melakukan kegiatan lainnya, yang tentunya bersifat positif. Walaupun para ulama mengakui bahwa hadits ini tidak ditemukan dalam keenam buku hadits standar, tetapi mereka berbeda pendapat menyangkut basmalah yang tercantum dalam surah al-Fatihah. Apakah Basmalah termasuk bagian dari surah al-Fatihah atau tidak.
            Imam Malik berpendapat bahwa Basmalah bukan bagian dari al-Fatihah, dan karena itu Basmalah tidak dibaca ketika membaca al-Fatihah dalam shalat. Beliau beralasan antara lain karena al-Quran bersifat mutawwatir, dalam arti periwayatannya disampaikan oleh orang banyak yang jumlahnya meyakinkan. Sedang riwayat tentang Basmalah dalam al-Fatihah tidak demikian. Buktinya adalah kenyataan tentang terjadinya perbedaan pendapat. Disamping itu menurut penganut madzhab Malik, tidak ada satu riwayatpun yang bernilai shahih yang dapat dijadikan dalil bahwa basmalah pada al-Fatihah adalah bagian dari al-Qur`an. Bahkan justru sebaliknya, sekian banyak riwayat yang membuktikan bahwa Basmalah bukan bagian darinya. Salah satu diantaranya adalah hadits yang membagi al-Fatihah menjadi dua bagian, satu bagian bagi Allah dimulai dengan alhamdullilahi rabbil`alamin (tanpa menyebut Bismillahirrahmanirrahim) dan satu bagiannya untuk manusia yang dimulai dari waiyyaka nasta`in sampai dengan akhir surah ini. Alasan lain, dan inilah yang terpenting dan terkuat, adalah pengamatan Imam Malik terhadap pengamalan penduduk madinah. Beliau menemukan bahwa imam atau masyarakat umum tidak membaca Basmalah ketika membaca surah al-Fatihah.
            Berbeda dengan Imam Syafi`i yang menilai Basmalah sebagai awal surah al-Fatihah, dan karena shalat tidak sah tanpa membaca al-Fatihah, maka Basmalah harus dibaca ketika membaca surah al-Fatihah. Alasannya cukup banyak. Fakhruddin ar-Razi menguraikan tidak kurang dari lima belas dalil. Antara lain riwayat Abu Khurairah yang menyatakan bahwa Nabi saw, bersabda, “Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat, awalannya adalah Bismilllahirrahmanirrahim”(HR. ath-Thabrani dan Ibn Mardawih). Demikian juga informasi istri Nabi saw. Ummu Salamah yang menyatakan bahwa Rasul saw. Membaca al-Fatihah termausk Basmalah (HR. Abu Daud Ahmad Ibn Hanbal dan al-Baihaqi). Imam Bukhari juga meriwayatkan bahwa sahabat Nabi saw. Membaca al-Qur`an. Anas menjawab, beliau memanjangkan bismillah, ar-rahman, dan ar-rahim. Disamping itu, telah menjadi ijma` (kesepakatan) bahwa seluruh umat islam mengakui segala yang tercantum dalam mushaf sebagai ayat al-Qur`an. Itu sebabnya ulama sepakat tidak menganggap kata “Amin” yang dibaca pada akhir surah al-Fatihah sebagai ayat al-Qur`an. Sedangkan Basmalah, tidak ada seorangpun yang menolak pencantumannya dalam Mushaf. Imam Abu Hanifah mengambil jalan tengah setelah menggabungkan dan mengkompromikan dalil-dalil diatas. Menurut beliau, Basmalah dibaca dalam shalat ketika membaca surah al-Fatihah, tetapi tidak dengan suara keras.
            Seperti terlihat diatas, masing-masing pendapat mempunyai dalil dan alas an-alasannya. Masing-masing mengandalkan riwayat yang dinisbahkan oleh para sahabat Rasul kepada Rasul saw. Baik riwayat tersebut merupakan ucapan maupun pengamalan beliau.

maCam2 Qiraat al_qur`an

A.    PENGERTIAN AL-QIRA`AT
Berdasarkan etimologi (bahasa), qiraat merupakan kata jadian (mashdar) dari kata kerja qora`a (membaca), sedangkan berdasarkan pengertian terminologi (istilak), ada beberapa definisi yang diintrodis ulama, diantaranya :
1.      Menurut Az-Zarqoni:

          مذهب يذهب اليه امام من أئمة القرآء مخالفا به غيره فى النطق بالقرآن الكريم مع اتفاق الروايات و الطرق عنه سواء أكانت هذه المخالفة فى نطق الحروف أم فى نطق هيئاتها (الزرقاني)

Artinya :
“madzhab yang dianut oleh seseorang qira`at yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan Al-qur`an serta kesepakatan riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan bentuk-bentuk.”  
2.  Menurut Ibn Al-Jazari
             “Ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapakan kata-kata Al-qur`an dan                                                   perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.”
   3. Menurut Az-Zarkasyi
   “qiro`at adalah perbedaan (cara mengucapkan) lafadz-lafadz Al-qur`an, baik   menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takhfif (meringankan), tasqil (membertakan), dan atau yang lainnya
    
Perbedaan cara pendefinisian di  atas sebenarnya berada pada satu kerangka yang sama, yaitu bahwa ada beberapa cara melafalakan Al-Qur`an walaupun sama-sama berasal dari satu sumber, yaitu Nabi Muhammad SAW. Jadi, Qiraat adalah cara pengucapan lafaz-lafaz Alquran yang berkenaan dengan substansi lafaz, kalimat, ataupun dialek kebahasaan.



B.  LATAR BELAKANG MUNCULNYA PERBEDAAN QIRA`AT
1. Latar Belakang Historis
                                                Qira`at sebenarnya telah muncul sejak masa Nabi Muhammad SAW, walaupun pada saat itu qira`at bukan merupakan sebuah disiplin ilmu. Ada beberapa riwayat yang dapat mendukung substansi ini salah satunya, yaitu :
Suatu ketika `Umar bin Khatab berbeda pendapat dengan Hisyam bin Hakim ketika membaca ayat Al-qur`an. `Umar merasa tidak puas terhadap bacaan Hisyam sewaktu membaca surat Al-Furqon. Menurut `Umar bacaan Hisyam itu tidak benar dan bertentangan dengan apa yang diajarkan Nabi keadanya. Namun, begitupula sebaliknya, Hisyam mengaskan bahwa bacaannya bersal dari Nabi. Seusai shlat, Hisyam diajak menghadap Nabi untuk melaporkan peristiwa tersebut. Kemudian Nabi menyuruh Hisyam mengulani bacaanya sewaktu solat tadi. Setelah Hisyam melakukannya, Nabi bersabda :
“Memang begitulah Al-Qur`an diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur`an ini diturunkan dalam tujuh huruf, maka bacalah oleh kalian apa yang kalian anggap mudah dari tujuh huruf itu.”

                         Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran qira`at dimulai pada masa tabi`in, yaitu pada awal abad 11 H. Tatkala para Qori telah tersebar di berbagai pelosok. Mereka lebih suka mengemukakan qiro`at gurunya daripada mangikuti qira`at imam-imam lainnya. Kebijakan Abu Bakar Siddiq yang tidak mau mamusnahkan mushaf-mushaf lain,selain yang telah disusun zaid bin tsabit, mempunyai andil besar dalam munculnya qira`ta yang kian beragam. Perlu dicatat bahwa mushaf-mushaf itu tidak berbeda dengan yang disusun Zaid bib Tsabit dan kawan-kawannya, kecuali dalam dua hal, yaitu kronologi surah dan sebagian bacaan yang merupakan penafsiran yang ditulis dengan lahjah tersendiri. Hal ini karena mushaf-mushaf itu merupakan catatan pribadi mereka masing-masing.
2. Latar belakang cara penyampaian (kaifiyat al-ada`)
                        Menurut analisis yang disampaikan Sayyid ahmad khalil, perbedaan qira`at itu bermula dari bagaimana seorang guru membacakan qira`at kepada murid-muridnya. Dan kalau diruntun, cara membaca Al-`qur`an yang berbeda-beda itu, seperti dalam kasus `Umar dan Hisyam, diperbolehkan oleh Nabi sendiri. Hal itu mendorong beberapa ulama mencoba merangkum bentuk-bentuk perbedaan cara melafalkan Al-qur`an itu sebagai berikut. Seperti :
a. Perbedaan dalam i`rab atau harokat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk    kalimat, misalnya pada Firman Allah berikut.   


Artinya :
 “…. (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat    kikir…”
                                                                                                (Q.S. An-Nisa`[4]:37)
Kata al-bakhl yang berarti kikir disisni dapat dibaca fathah pada huruf ba`nya sehingga dibaca al-bakhl; dapat pula dibaca dommah pada ba` nya sehingga menjadi al-bukhl.
b. Perbedaan pada i`rob dan harokat (baris) kalimat sehingga mangubah maknanya, misalnya pada Firman Allah berikut.

Artinya :
“ya Tuhan kami jauhkanlah jarak perjalanan kami.”
                                                                                                     (Q.S. Saba`[34]:19)
          Kata yang diterjemahkan menjadi jauhkanlah di atas adalah ba`id karena statusnya sebagai fi`il amar; boleh juga dibaca ba`aada yang berarti kedududkannya menjadi fi`il madhi sehingga artinya telah jauh.
c. Perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan i`rab dan bentuk tulisannya, sedangkan maknanya berubah, misalnya pada Firman Allah berikut :

artinya :
“…dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali.”
                                                                                                     (Q.S. Al-baqoroh [2]:259)
          Kata nunnsyizuha (kami menyusun kembali) yang ditulis dengan menggunakan huruf zay diganti dengan huruf ra` sehingga berubah bunyi menjadi nunsyiruha yang berarti kami hidupkan kembali.

C. Macam-Macam Qiraat Al-qur`an

Penulis kitab Al-itqon menyebutkan bahwa qira`ah itu ada yang muttawatir, masyuroh, ahad, syadz, dan mudarraj.         
                     Al-Qodhi Jalaluddin Al-Bulqini mengatakan : Qira`ah itu dibagi menajadi muttawatir, ahad, dan syadz. Adapun yang muttawatir adalah qira`ah sab`ah yang termasyhur. Sedangkan yang ahad adalah qira`ah tsalatsah (qira`ah tiga), dimana imam tiga ini merupakan pelengkap “imam sepuluh” pada qira`ah para sahabat. Dan yang syadz adalah qira`ah para tabi`in, seperti A`masy, Yahya bin Watsab, Ibnu Jubair dan lain sebagainya.
                      Adapun Qira`ah, ada qira`ah sab`ah, qira`ah asyr, adapula qira`ah arba`, `asyaroh (empat belas). Namun yang lebih unggul dan lebih termasyhur adalah qira`ah sab`ah. Qira`ah sab`ah ini disandarkan kepada imam tujuh yang telah dikenal. Mereka adalah Nafi`, Ashim, Hamzah, Abdulllah binAmir, Abdullah bin Katsir, Abu Amr bin Al-`ala`, dan Ali Al-kisa`i. Sedangkan qira`ah asyr` adalah qira`ah sab`ah (tujuh) di atas dan ditambah dengan Abu Ja`far, Ya`qub, dan Khalaf.
                      Adapun qira`ah arba` asyarah (empat belas) adalah sepuluh qira`ah di atas dan di tambah lagi dengan qira`ah Hasan Al-basri, Ibnu MUhish, Yahya Al-Yazidi, asy-Syanbudzi.

D. SYARAT-SYARAT QIRA`AT MU`TABARAH
     1. Sesuai dengan Rasmul Mushaf/Rasm Usmani
     2.  Sesuai dengan kaedah bahasa Arab
     3.  Sanadnya Mutawatir

E. PENGARUH QIRA`AT TERHADAP HASIL ISTINBATH HUKUM
     Ada dua pengaruh qira`at terhadap hasil istinbath hukum, yaitu :
1.    Perbedaan qira`at yang berpengaruh terhadap hasil istinbath hukum
                        Adapun perbedaan qira`at al-Qur`an yang khusus menyangkut ayat-ayat hukum, dan berpengaruh terhadap istinbath hukum dikemukakan dengan beberapa contoh, salah satunya sebagai berikut :





”mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah :”haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang di perintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”  (Q.S Al-baqoroh:222)
                        Ayat tersebut merupakan larangan suami untuk berhubungan dengan isterinya yang dalam keadaan haid.
                        Sehubungan dengan ayat ini, para ulama telah sepakat tentang haramnya seorang suami melakukan hubungan seksual dengan istri yang sedang haid. Adapun batas larangan yang disebutkan dalam ayat tersebut yaitu sampai mereka (para istri) dalam keadaan suci kembali.
                        Sementara itu (dalam qira`at sab`ah) Hamzah,al-Kisa`i,dan `Ashim riwayat Syu`bah,membaca kata Yath-hurna dengan Yath-thohharna. Sedangkan Ibnu Kasir,Nafi`, Abu Amr, Ibn `Amir, dan `Ashim riwayat Hafsh,membaca Yathhurna.
                        Berdasarkan qira`at Yath-hurna, sebagian ulama menafsirkan ayat walataqrobuhunna hatta yathhurna dengan ”janganlah kamu bersetubuh dengan mereka, sampai mereka suci atau berhenti dari keluarnya darah haid mereka (ath-thuhru).
                        Sedangakan qira`at Yath-thohharna menunjukan, bahwa yang dimaksud dengan ayat walataqrobuhunna hatta yathhurna yaitu, janganlah kamu bersenggama dengan mereka, sampai mereka bersuci. Namun ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan at-tathohhuru, sebagian ulama menyatakan yang dimaksud adalah mandi. Sebagian  berpendapat yang dimaksud adalah berwudlu. Sebagian lagi mengatakan, bahwa yang diamaksud adalah mencuci atau membersihkan farji(kemaluan) tempat keluarnya darah haid. Dan adapula yang menyatakan membersihkan farji dan berwudlu.   
                        Dalam uraian di atas, tampak perbedaan qira`at mempengaruhi terhadap cara istinbath serta ketentuan hukum yang dihasilkannya,sebagaiamana perbedaan cara istinbath hukum antara imam Syafi`i dengan Imam Abu Hanifah.
     2. Perbedaan Qira`at yang tidak berpengaruh terhadap Istinbath hukum.
          Adapun perbedaan qira`at al-qur`an yang terdapat dalam qira`at sab`ah, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap hasil istinbath hukum sebagi berikut :


”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut`ah, dan lepaskanlah mereka itu dengan cara sebaik-baiknya.” (Q.S Al-Ahzab: 49)
          Ayat di atas menjelaskan, bahwa seorang istri yang diceraikan oleh suaminya, dalam keadaan belum disetubuhi, maka tidak ada masa iddah baginya. Berkaitan dengan ayat di atas, Hamzah dan al-Kasa`i, membaca                      
          sementara Ibn Kasir, Abu `Amr, Ibn Amir, `Ashim dan Nafi`, membaca  
                        tanpa memnyebabkan perbedaan maksud atau ketentuan hukum yang terkandung di dalamnya.

Minggu, 17 April 2011

Istigfar Dimensi Psikologi

A.    Pengertian Istighfar
            Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istighfar ialah permohonan ampun kepada Allah, dengan cara mambaca do`a. sedangkan beristighfar ialah bermohon ampun kepada Allah dengan mengucapkan lafadz astaghfirullah hala`dzim.
Dalam Al-Qur`an banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang istighfar, salah satunya ialah surah Al-Baqoroh ayat 199, disana dijelaskan orang yang telah berpaling dari Allah diperintahkan untuk memohon ampun pada Allah, karena sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang. Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa istighfar merupakan cahaya orang beriman, maksudnya ialah seseorang yang memperbanyak beristighfar dan diiringi dengan bacaan tasbih kepada Allah Subhanahu Wata`ala akan menjadikan buku amal seorang muslim tersebut kosong dari catatan dosa. Hal ini menandakan bahwa akan ada rombongan hamba Allah yang saleh di hari akhir kelak. Bagian yang paling menakutkan di akhir jaman kelak ialah ketika amalan sesorang diperhitungkan, selain itu adanya shirot. Shirot konon merupakan jembatan yang terbuat dari rambut seseorang yang dibelah tujuh. Sangat tipis bukan ?? hanya amal soleh kitalah yang akan mengantarkan kita sampai surga dengan selamat. Allah Subhanahu Wata`ala berfirman tentang kaum beriman yang mengeluarkan cahaya saat mereka melewati shirot, firman Allah :”(Yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar dihadapan dan disebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka), ‘pada hari ini ada berita gembira untukmu, yaitu surge yang mengalir dibawahnya sungai-sungai yang kamu kekal didalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak.”(QS.al-Hadid:12).
            Tidak hanya bagi orang yang beriman, tetapi Allah juga menggambarkan bagaimana orang-orang munafik yang sewaktu di dunia meragukan dan tidak mampercayai adanya hari kebangkitan, surga, dan neraka, serta mereka yang larut dalam kelezatan duniawi. Allah menggambarkan kondisi mereka dalam Q.S al-Hadid :13-14, yang artinya :” pada hari ketika orang-orang munafik, laki-laki dan perempuan, berkata kepada orang-orang yang beriman.’Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian cahayamu.’(kepada mereka).’Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya(untukmu).’ Lalu diadakan diantara mereka dinding yang mempunyai pintu, yang disebelah dalamnya ada rahmat dan disebelah luarnay disitu ada siksa. Orang-orang munafik itu memanggil mereka(orang0orang mukmin) seraya berkata,’bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu ?’ mereka menjawab ‘Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran) serta kamu ragu-ragu dan ditipu oleh angan-angan kosong, sehingga datanglah ketetapan Allah; dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (setan) yang amat penipu.”
Maksud ayat diatas ialah  orang-orang kafir yang menyesal atas tindakannya di dunia semasa hidupnya, karena terlalu percaya pada angan-angan kosong yang dijanjikan oleh setan. Yang akhirnya membuat mereka terjebak di api neraka untuk selama-lamanya.
            Meniti shirot merupakan hal yang sangat menakutkan dan menegangkan, seperti penuturan Nabi Muhammad SAW kepada Abdullah bin Mas`ud. “Shirot itu setajam mata pedang dan sangat menggelincirkan. Mereka menitinya menurut kadar cahaya yang mereka miliki(yakni, mudah dan sulitnya tergantung kebajikan dan keburukan yang dimiliki orang yang melewatinya). Diantara mereka ada yang melewatinya laksana cahaya bintang, ada yang sekejap mata, ada yang laksana angin, dan ada yang seperti seorang lelaki yang bergegas dan berjalan cepat. Mereka melaluinya tergantung amal perbuatan mereka. Terakhir melintaslah di atas shirath, seorang yang cahayanya (hanya) terdapat di ibu jari telapak kakinya. Tangannya yang satu terseret, tangannya yang lain bergelantungan; kaki yang satu terseret kaki yang lainnya bergelantungan sedang api menyemburnya dari berbagai penjuru.”(H.R Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hambal).
            Istighfar bukan hanya di berlakukan untuk orang-orang yang berlumuran dosa saja, tapi sebagai umat nabi kita harus mencontoh kebiasaan Beliau yang senantiasa beristighfar setiap waktu. Dalam suatu riwayat di terangkan, Rosullulah bersabda “Hatiku dapat berkabut, dan aku beristighfar kepada Allah seratus kali dalam sehari.” (H.R Muslim dan Abu Daud). Qadhi `Iyyadh menerangkan bahwa hatiku berkabut artinya Hati Rosullulah yang mulia kadang kala tertutupi sesaat, bukan karena melakukan dosa, tapi ketika beliau tidak berdzikir meskipun hanya sebentar atau sesaat, Beliau menganggap dirinya telah berdosa.5(ensiklopedihal 119) Oleh karena itu Beliau mengharuskan dirinya untuk selalu beristighfar kepada Allah. Sungguh Beliau merupakan suri tauladan yang baik untuk para umatnya. Bukan seperti umat islam jaman sekarang, yang pada umumnya membaca istighfar ketika melakukan dosa, atau berdzikir ketika selesai mengerjakan sholat, dan ketika tiba malam jum`at. Rosul saja yang sudah dijamin masuk surga oleh Allah masih terus mengejakan ibadah, tapi kita yang tidak mendapat jaminan apa-apa masih berleha-leha mengerjakan perintah Allah, seakan-akan kita telah mendapat jaminan surga, dan tidak takut akan perihnya siksa neraka. Selain nabi Muhammad Saw, nabi Adam As pun meminta ampun kepada Allah Subhanahu Wataa`la dengan cara beristighfar, kehilafan yang Beliau perbuat karena mengikuti kata-kata syetan, membuatnya dengan Siti Hawa istrinya dikeluarkan dari surga.
Di dalam suatu riwayat dikisahkan, ada seseorang bertanya kepada seorang ulama besar, Ibnu Jauzi,”Apakah bertasbih dahulu atau beristighfar ?”, Ibnu Jauzi menjawab dengan singkat dan padat, “pakaian yang kotor lebih perlu sabun, daripada kemenyan (pewangi).” Artinya beristighfar dapat membersihkan dosa sebagaimana sabun membersihkan kotoran yang terdapat  pada baju. Oleh karena itu istighfar lebih baik didahulukan sebelum bertasih dan berdo`a. Sebagian ahli bahasa mengatakan bahwa kata istighfar berasal dari kata ghafr, yang artinya menutupi. Pepatah mengatakan “celuplah pakaianmu dengan warna hitam, karena ia lebih dapat menutupi noda (aghfar). Amirul mukminin Ali bin Abhi Thalib berkata kepada para peserta diskusi yang tengah mendiskusikan kedahsyatan hari kiamat. “sungguh mengherankan orang yang celaka pada hari kiamat, padahal semestinya ia dapat selamat.” “apakah yang dapat menyelamatkan itu ?” Tanya seorang peserta diskusi. Sayyidina Ali menjawab “Istighfar. Allah SWT tidak menghukum hamba-Nya yang beristighfar, padahal Dia akan menyiksanya.
             
B.     Pengertian Psikologi
Psikologi adalah ilmu yang membahas tentang kejiwaan seseorang. Dalam kamus besar bahasa Indonesia psikologi adalah ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya kepada prilaku; ilmu pengethauan tentang gejala dan kegiatan jiwa. Adapula yang mengemukakan psikologi (ilmu jiwa) mestinya dikatakan sebagai ilmu yang berbicara tentang kejiwaan sebagaimana lazimnya definisi ilmu pengethuan, tetapi psikologi tidak berbicara tentang jiwa. Psikologi berbicara tentang tingkah laku manusia yang diasumsikan sebagai gejala dari jiwanya. Karena penelitian psikologi tidak pernah meneliti tentang jiwa manusia, yang diteliti adalah tingkah laku manusia melalui perenungan, pengamatan dan laboratorium, kemudian dari satu tingkah-laku dihubungkan dengan tingkah laku yang lain selanjutnya dirumuskan hukum-hukum kejiwaan manusia. Itulah sebabnya menurut pendapat ini psikologi bukan ilmu kejiwaan, melainkan ilmu yang mengamati tingkah laku manusia. Sedangkan para ahli mendefinisikan psikologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku individu dalam interkasi dengan lingkungan. Pengertian tersebut, mengandung makna bahwa apa yang dilakukan oleh individu, mengapa melakukan perilaku tersebut, dan bagaimana membina perilaku tersebut ke arah yang berdaya guna.
Istighfar dimensi psikologi
  Istighfar sangat berkaitan erat dengan psikologi seseorang, ketika timbul pertanyaan mengapa bisa seperti itu ? kita kaitkan dengan sebuah contoh yang sudah marak terjadi di masyarakat seperti ketika seseorang sedang kalut atas persoalan-persoalan yang menimpanya, apabila ia beristighfar dia akan mendapat ketenangan batin yang tidak akan didapatnya dari apotek atau dokter manapun. Hanya dengan mengucapkan istighfar jiwa kita yang kacau akan merasa lebih baik, seperti merasakan siraman air yang mengalir di wajah yang sedang marah, yang panas karena provokator syetan sampai memerah seperti kobaran api, akan sirna dengan bacaan istighfar sehingga membuat wajah menjadi sejuk kembali yang akhirnya membuat orang tersebut melupakan semua kemarahannya.
            Tapi sayang jaman sekarang, terutama para anak muda yang bermasalah serta kondisi kejiwaannya yang masih rentan dan labil, membuat mereka lebih sering melarikan diri ke tempat-tempat yang salah, seperti diskotek, klub-klub malam yang akhirnya membawa mereka senang bergaul dengan minuman keras, dan obat-obatan terlarang, terlebih lagi perzinahan yang semakin marak karena mudahnya dan banyaknya produk alat pengaman yang beredar di pasaran. Sehingga mereka dengan mudah bergonta-ganti pasangan tanpa memperdulikan resiko yang menantinya kelak. Padahal bila dilihat dari segi kuantitas saja, apa yang mereka konsumsi itu sangatlah mahal. Tapi tetap saja mereka lebih memilih itu semua dibanding dengan cara-cara islam yang tidak memerlukan biaya apapun. Hanya sebatas berwudlu kemudian beristighfar, dan membaca qur`an sehingga kesejukan, kedamaian, ketentraman, akan dia dapatkan secara Cuma-Cuma. Terlebih lagi selain mendapat ketenangan hati, ia juga akan mendapatkan manfaat akhirat pula, seperti pahala, dan ampunan dari Allah SWT. Tapi tidak semua orang mengerti akan pentingnya hal tersebut. Menurut ustadz Muh. Nuh Maulana dalam ceramahnya hendaklah kita beristighfar ketika bangun tidur sebanyak tiga kali, karena itu diumpakan seperti ketika seseorang hendak membuat kue, terlebih dahulu dia harus mencuci tangan agar kue tersebut terjaga kebersihannya[9]. Sama halnya seseorang yang bangun tidur harus diawali dengan membaca istighfar agar ia bisa terjaga dari sesuatu hal yang dapat menjerumuskannya terhadap hal-hal yang negative atau kemaksiatan.
C.    Pengertian Sosial
            Sosial dalam kamus besar bahasa Indonesia merupakan kata-kata yang berkaitan dengan masyarakat[10].10(kamus) Secara normal dan biasanya manusia melakukan hubungan atau komunikasi sngan lingkungannya. Dari usia dini sampai dewasa, hubungan atau komunikasi selalu dan terus menerus dilakukan bahkan menjelang masa tuanya berakhir. Itu sebabnya manusia merupakan makhluk soial yang tidak bisa hidup sendiri, karena membutuhkan pertolongan orang lain. Peranan masyarakat dalam sosialisasi sangatlah kuat dampaknya, karena dalam lingkungan apalagi anak-anak sangat gampang terpengaruh. Masyarakat dapat menanamkan simbol, bahsa, nilai-nilai, dan kebiasaan yang berlaku kepada individu sehingga individu menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu peranan masyarakat sangat penting dalam membentuk kebiasaan seseorang.
-          Istighfar Dimensi Sosial
Dalam masyarakat, istighfar sangat dikenal bahkan sudah menjadi bahasa sehari-hari ketika mereka menemukan sesuatu yang dianggap aneh, menakjubkan, bahkan musibah sekalipun mereka utarakan dengan lafadz astaghfirullah hala`dzim. Terutama pada masyarakat desa yang nilai-nilai keagamaannya masih sangat kental. Dimana ada masyarakat desa disitu pasti terasa seolah-olah kita berada di tempat yang penuh dengan budaya yang serba islami, seperti berada di sebuah pesantren, dimana ketika seseorang bertemu dengan orang lain maka ia pasti akan saling melontarkan salam, atau paling tidak memamerkan senyuman terhadap orang yang ditemuinya di jalan. Atau ketika waktu sholat segera tiba, pasti terdengar gema sholawatan yang dikumandangkan, baik oleh anak-anak, remaja, ataupun bapak-bapak, sambil menunggu datangnya waktu sholat. Sangat indah. Itulah sebabnya mengapa mengapa peranan masyarakat sangat penting, agar anak-anak yang berusia dini terbiasa melafalkan istighfar pada kehidupannya sehari-hari, kebiasaan baik inipun akan terbawa sampai dewasa dan tua nanti, karena telah ditanam sejak usia dini.
Hal seperti itu sudah jarang kita temukan di masyarakat kota pada umumnya. Biasanya di kota-kota besar apabila seseorang tersandung misalnya, atau melihat sesuatu yang tidak biasa dan merasa takjub, mereka lebih sering mengutarakannya dengan kata-kata seperti “busyet, aje gile, mampus” dan banyak lagi, atau lebih parahnya nama binatangpun disebut, padahal seharusnya ketika tersandung ia bertaubat dengan ucpan istighfar, siapa yang tahu setelah itu ia meninggal, jika begitu bukankah dia menghadap Allah dengan su`ul khotimah (penutup yang buruk)? naudzubillah, dan ketika melihat sesuatu yang menakjubkan ia seharusnya mensyukuri atas apa yang telah dilihatnya.
Oleh karena itu biasakanlah mengutarakan sesuatu dengan dzikir-dzikir Allah. Jaman sekarang masyarakat sudah terlalu disilaukan dengan kemewahan. Di kota sudah tidak asing dan sudah biasa rumah yang berpagar tinggi, seolah-olah menggambarkan tuan rumah yang tidak mau didatangi tamu, belum lagi suara anjing peliharaan yang menggong-gong ke arah siapapun yang mendekati rumah tersebut. Padahal dalam sebuah hadits diriwayatkan “barang siapa yang beriman kepada Allah di hari akhir, maka dia akan memuliakan tamunya” dan ada pula riwayat yang menceritakan bahwa Malaikat enggan atau tidak mau masuk kerumah orang-orang yang didalam rumahnya terdapat anjing, patung-patung, dan gambar-gambar (poster). Kalau begitu bagaimana seseorang mendapat keberkahan dari Allah, kalau malaikat yang membawa keberkahan saja tidak mau masuk ke dalam rumahnya ? padahal manusia merupakan mahluk social yang Allah ciptakan agar saling melengkapi dan menolong sesama, tapi dengan kehidupan yang serba hedonis sangat disangsikan keeksistensian makhluk social. Yang ada hanya sekelompok orang yang dibedakan dari segi derajat kekayaannya. Padahal Allah tidak pernah membedakan derajat para hambanya kecuali dari segi ketakwaan, berbeda dengan manusia yang memendang seseorang dari status sosialnya. Dia kaya berarti terhormat, dia miskin berarti terinjak. Itulah manusia.   
D.    Faedah Istighfar
 Faedah dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah 1 guna ;manfaat ;2 sesuatu yang menguntungkan. Sedangkan berfaedah sesuatu yang memberikan manfaat. Dengan beristighfar kita dapat merasakan manfaat yang  terjadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kita akan terjaga dari perbuatan dosa, karena Allah SWT senantiasa menjaga kita. Kemudian kita akan lebih bersabar dalam melaksanakan sesuatu, terhindar dari sifat buruk. Dan yang lebih penting ialah kita bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sehingga kita menjadi hamba Allah yang dicintai Tuhannya. Hamba mana yang tidak ingin dicintai oleh Tuhannya ? jangankan orang yang beriman, orang jahat sekalipun yang setiap hari tidak pernah menyembah Tuhan, yang selalu melakukan perbuatan dosa, ingin juga dikasihi oleh Tuhannya. Jadi siapapun orang itu, baik kaya, miskin, baik, jahat, beriman, atau tidak, pasti didalam hatinya dia ingin masuk surga.
Dalam psikologi faedah istighfar  sangat terasa ketika seseorang mengalami masalah kejiwaan, bukan berarti gangguan jiwa itu gila, tetapi tertekan dengan berbagai persoalanpun merupakan sebuah gangguan kejiwaan. Dimana jiwa seseorang akan merasa terganggu dan tidak nyaman jika bertemu orang lain, yang akhirnya akan membuat dia gampang terpancing emosi dengan persoalan-persoalan sepele. Orang lainpun akan enggan bergaul dengan tipe orang seperti itu, dan terjadilah pengucilan. Semakin tertekanlah orang tersebut, sehingga kejiwaannya akan lebih terganggu. Dengan beristighfar dia akan mendapat pencerahan lahir batin, yang membuatnya merasa nyaman, dan terus merasa dekat dengan Allah SWT. Orang yang sering beristighfar Insyaallah akan selalu ada dalam erlindungan Allah SWT, dan terjauh dari perbuatan-perbuatan dosa. Sedangan faedah istighfar dalam social berfungsi sebagai proses pembelajaran seseorang secara terus-menerus dan berkelanjutan pada diri individu dan dalam masyarakat untuk membiasakan dirinya senantiasa menjaga sikap, tingkah laku, dan ucapan yang sekiranya akan menyakiti orang lain. Karena ketika seseorang berbuat dosa pada Tuhannya maka ia akan diberi ampunan jika dia benar-benar bertaubat karena Allah maha pemaaf, sedangkan ketika seseorang menyakiti orang lain, dia harus berusaha meminta maaf di dunia. Karena dalam suatu riwayat diceritakan ada seseorang yang akan masuk surge terhambat karena adanya tuntutan dari orang lain yang pernah ia sakiti di dunia.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More