Kasih orang tua lebih luas dan lebih dalam dari samudera manapun, tanpa batas untuk bisa di ukur. Do'a mereka mengiringi bingkai kehidupan. Mereka berikan yang terbaik dalam hal apapun khususnya demi keberhasilan-mu, jangan kecewakan mereka, walau mereka tidak pernah mengharapkan balasan, satu yang pasti BERHASIL-lah.

Sabtu, 05 Januari 2013

Perspektif Muhammadiyah dan NU mengenai tahlilan

BAB I PENDAHULUAN Tahlilan merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat dengan berbagai ritual-ritual tertentu, yang biasanya dilakukan ketika ada anggota keluarga yang meninggal dunia. Tahlilan sering diidentikan dengan orang yang telah meninggal, padahal isi bacaannya tidak jauh berbeda dengan do`a-do`a yang biasa dilantunkan di dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian tahlilan lebih sering kita kenal dengan kegiatan masyarakat berupa ritual-ritual tertentu untuk menghormati sanak keluarga yang telah meninggal. Adapun perbedaan mengenai hukum tahlilan, terutama menurut pandangan Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Itu terjadi akibat ajaran yang mereka dapatkan masing-masing berbeda sumber fahamnya. Semua itu juga terjadi disebabkan intrepretasi masing-masing kelompok organisasi tersebut. Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri adanya organisasi Islam lainnya yang mempunyai tanggapan tertentu mengenai hukum tahlilan, namun NU dan Muhammdiyah merupakan organisasi yang sering menjadi sorotan dalam kegiatannya, sehingga keduanya sering dijadikan acuan dalam melaksanakan ritual ibadah-ibadah dalam masyarakat. Tahlilan dalam segi ekonomi tentulah akan mengeluarkan biaya, yang biasanya tidak hanya cukup sedikit. Oleh karena itu terdapat perbedaan mengenai hukum tahlilan menurut perspektif NU dan Muhammadiyah yang akan diuraikan pada bab-bab selanjutnya. BAB II PEMBAHASAN A. Organisasi Islam Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah Nahdatul ulama atau yang sering disingkat menjadi NU merupakan organisasi Islam yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy`ari pada tanggal 31 Januari 1926 di Suarabaya. Organisasi ini juga mempunyai andil penting atas kemerdekaan Indonesia. Meskipun demikian organisasi ini juga menganut faham keagamaan dimana sudut pandang mereka bermazhab pada imam Syafi`i. Berbeda dengan Muhammadiyah, NU lebih dikenal sebagai aliran islam yang tradisional yang mencampurkan budaya dengan agama yang sangat kental dirasakan. Semua itu diciptakan NU agar Islam dapat diterima dalam kehidupan masyarakat yang masih kental kepercayaannya terhadap roh-roh nenek moyang (animism), atau hal-hal lainnya yang masih bersifat tahayul pada saat itu. Terbukti Islam kala itu sangat diterima oleh masyarakat setempat. Sesuai dengan semboyan NU yang dikutip oleh Nurkholis Majjid pada kata pengantar dalam buku menggugat NU yang berbunyi “al-muhafadzat `ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah” yang artinya mempertahankan budaya lama, dan menggali budaya yang baru yang lebih baik. Berbeda dengan Muhammadiyah yang merupakan organisasi Islam yang tidak menerima percampuran antara ajaran Islam dengan tradisi. Organisasi ini dipelopori oleh KH Ahmad Dahlan, beliau merupakan pribadi yang unik seperti dinyatakan Nurcholis Majid, karena usahanya melakukan pembaharuan tidak melalui pendahuluan tertentu sebelumnya. Ia merupakan pribadi yang rasional dengan suatu pendirian yang kuat untuk terus-menerus mencari kebenaran yang hakiki, kebenaran yang didasarkan pada akal (rasional) dan wahyu, dengan bekal ilmu yang beliau peroleh selama melaksanakan ibadah haji. Meskipun ia tidak memiliki pengalaman pendidikan barat, namun ia tetap memberi ruang yang luas bagi rasionalitas melalui ajaran Islam. Seperti ketika perdebatannya dengan sesepuhnya mengenai kursi untuk belajar dianggap haram karena merupakan produk dari Belanda yang mereka anggap kafir, namun beliau memanfaatkan kursi tersebut untuk memberikan kenyamanan dalam kondisi pembelajarannya. Beliau merupakan cendikiawan yang banyak membuat pembaharuan sosial di kalangan masyarakat, meski demikian pembaharuannya tidak begitu saja diterima oleh masyarakat terutama sesepuh di kampungnya tersebut seperti yang telah dijelaskan diatas. Namun dengan semangatnya, ia terus berusaha untuk melakukan pembaharuan sosial ke jenjang yang lebih baik. Pertentangan pertama timbul ketika Ahmad Dahlan merubah arah kiblat karena dianggap tidak sesuai dengan arah kiblat yang benar. Kemudian muncul lagi pembaharuannya mengenai masalah tahlilan yang beliau tiadakan, dan berbagai masalah lainnya. Dalam kegiatan ekonominya Muhammadiyah mendirikan Majlis Ekonomi Muhammadiyah pada Mukatamar Muhammadiyah ke-41 di Solo tahun 1985. Muhammadiyah sejak dulu merupakan pengurus yang berasal dari kaum pengusaha. Kegiatan ekonomi pada umumnya merupakan kegiatan untuk memperkuat financial suatu organisasi, sama halnya dengan Muhammadiyah, yang pada hakikatnya merupakan bagian terpenting untuk memperlancar gerakan Muhammdiyah dalam mencapai tujuannya. B. Pengertian Tahlilan Menurut kamus besar bahasa Indonesia tahlilan ialah pembacaan ayat-ayat suci al-Qur`an untuk memohonkan rahmat dan ampunan bagi arwah orang yang telah meninggal. Ada dua pendapat mengenai tahlilan yang berkembang di Indonesia, pertama tahlilan ialah ucapan dengan lafadz “La ilaha illallah”, lafadz ini dibaca untuk kepentingan sendiri sebagai orang yang masih hidup didunia yang tidak ada kaitannya dengan orang yang telah meninggal. Sedangkan tahlilan menurut pendapat kedua ialah serangkaian dzikir dan do`a yang dipanjatkan untuk orang-orang yang telah meninggal dunia. Meskipun demikian perbedaan diantara kedua pendapat tersebut tidaklah harus diperdebatkan, karena semuanya berjalan dengan baik pada masing-masing kelompok tersebut. Tahlilan sering diidentikan pada kegiatan masyarakat Nahdatul Ulama, padahal jika tahlilan itu dimengerti dengan kata “La ilaha illallah” maka warga Muhammadiyahpun melaksanakannya, namun berbeda sebutan dengan NU, yaitu hanya sebatas dzikir semata. Terlepas dari perbedaan prespektif diantara kedua organisasi Islam tersebut, kita cukup dapat mengambil apa yang menurut masing-masing pribadi baik untuk dilakukan, karena tentu semuanya memiliki alasan masing-masing untuk melaksanakan atau tidak dalam kegiatan tahlilan tersebut. C. Pengertian Ekonomi Prinsip dasar ekonomi ialah mendapatkan untung sebesar-besarnya dengan mengeluarkan modal yang seminimal mungkin. Menurut kamus besar bahasa Indonesia ekonomi ialah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian, dan perdagangan). Ekonomi sering dikaitkan dengan permasalahan keuangan, karena didalamnya sering berlangsung kegiatan yang banyak mengeksploitasi uang. Hubungan antara agama dan ekonomi ialah ekonomi memfokuskan pada aktivitas jasmani, mempelajari bagaimana kita memperoleh kepuasaan maksimum melalui barang-barang material, sedangkan agama menarik perhatian manusia kearah yang bertolak belakang: kepada Tuhan, yang berada diatas dan di luar materi; gaib, tak dapat dilihat, didengar atau disentuh, yang bertujuan memulihkan kontak dalam diri manusia yang paling dalam dengan spirit yang serba meliputi apapun nama yang diberikan kepadanya. Agama bersangkut paut dengan kehidupan spiritual kita, sedangkan ekonomi bekaitan dengan kehidupan dan kebutuhan duniawi kita. Tujuan utama ekonomi di dalam Islam ialah untuk mencegah agar umat muslim tidak mengambil alih sistem ekonomi barat. Atau dengan kata lain Islam tidak boleh mengikuti sistem ekonomi barat yang tidak sesuai dengan syariat Islam, seperti bunga dalam bank konvensional yang menganut sistem ekonomi barat. Di dalam Islam bunga dikenal dengan riba yang diharmakan, karena dapat menyengsarakan si peminjam. Oleh karena itu muncullah ekonomi Islam untuk menghapuskan sistem ekonomi barat yang dirasa kurang baik. Namun pada kenyataannya bank-bank konvensional lebih unggul ketimbang bank syariah (Islam) pada umumnya. Ekonomi Islam berlawanan dengan budaya materialism, karena tujuan akhir dalam Islam ialah tidak hanya terpaku pada materi semata, namun juga terdapat pada kesejahteraan umatnya. Meskipun demikian kemiskinan sangatlah tidak diinginkan oleh Islam, namun tidak harus juga dengan hidup berlebihan materi. Karena Islam menganjurkan umatnya untuk hidup sederhana, dimana segala sesuatunya diposisikan pada tengah-tengah. Tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan. D. Perspektif NU dan Muhammadiyah mengenai tahlilan dari segi Ekonomi Dalam NU hukum tahlilan pada dasarnya ialah sunat, yang berarti bila dikerjakan mendapat pahala bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, tetapi karena kegiatan ini sering terulang disetiap kalinya, maka banyak masyarakat yang menafsirkan tahlilan itu menjadi wajib hukumnya. Sedangkan di dalam Muhammadiyah, tahlilan dianggap haram karena dianggap akan menyusahkan keluarga yang ditinggalkan dengan berbagai ritual yang memerlukan biaya. Padahal orang yang ditinggalkan itu telah terbebani dengan kehilangan sanak keluarganya, namun tradisi tahlilan akan menuntut keluarga yang ditinggalkan melaksanakan tahlilan yang harus mengeluarkan biaya, sehingga akan semakin membebani mereka. Padahal sebenarnya hukum tahlilan itu sunah, namun perbedaan intrepretasi masing-masing organisasi Islam tersebut, membuat tahlilan menjadi hal yang membingungkan bagi masyarakat awam. Dalam film sang pencerah besutan sutradara Hanung Bramantyo, diceritakan bahwa pada awalnya sebelum tercetus aliran muhammadiyah, pendahulu-pendahulunya juga melaksanakan ritual tahlilan juga. Namun ketika KH Ahmad Dahlan menerima keluhan dari warganya yang tidak mempunyai biaya untuk melaksanakan tahlilan, akhirnya beliau memperbolehkan untuk tidak melakukan tahlilan. Meskipun banyak pertentangan dari ulama terdahulu, namun ia beranggapan bahwa tahlilan jika dilaksanakan hanya akan membebani saja, karena tradisi tahlilan yang melaksanakan perjamuan didalamnya sehingga mengeluarkan biaya, maka tahlilan itu bisa menjadi haram hukumnya. Dari pemikiran tersebutlah akhirnya aliran ini menganggap tahlilan itu menjadi bid`ah. Bid`ah ialah suatu kegiatan dimana kegiatan tersebut tidak ada pada masa Rasulullah saw. Sedangkan dalam persepektif Nahdatul Ulama (NU) tahlilan merupakan kegiatan ibadah yang menjadi suatu tradisi atau kebiasaan yang harus dilakukan ketika terdapat kerabatnya yang meninggal dunia. Biasanya mereka menggunakan ritual-ritual tertentu untuk melaksanakan tahlilan tersebut. Seperti membaca al-fatihah berulang kali dengan memakai istilah hadiahan (mengirimi al-Fatihah pada orang-orang tertentu, yang biasanya diawali untuk Nabi Muhammad saw terlebih dahulu; illa hadoroti nabiyil mustofa…. Kemudian dilanjutkan untuk para sahabat dan lainnya), kemudian membaca surah al-Ikhlas, surat al-Falaq, surat an-Nas yang kemudian dilanjutkan dengan bacaan dzikir yang berisikan beberapa potongan ayat-ayat yang ada dalam al-qur`an, seperti al-Baqaroh, sampai dengan bacaan utama yaitu surat Yasin yang ditutup dengan do`a. Meskipun demikian dari berbagai kegitan tahlilan tersebut pada akhirnya akan ditutup dengan kegiatan makan bersama atau dengan memberikan bingkisan kepada mereka yang mengikuti kegiatan tahlilan tersebut. Yang pada kenyataannya justru akan menimbulkan sifat tidak ikhlas bagi para tamu yang ikut mendo`akan kerabat yang telah meninggal, karena mereka akan menjadi terbiasa dengan jamuan tersebut, sehingga membuat mereka menyelewengkan niatnya. Karena terkadang banyak masyarakat yang mengikuti tahlilan tergantung atas jamuan apa yang ada di rumah orang yang telah meninggal tersebut. Kemudian menurut ulama tradisional yang sering diidentikan dengan NU, setiap muslim yang merasa sudah memiliki pengetahuan agam Islam bisa mengaku mempunyai pendapatnya sendiri, akan mengakibatkan kekacauan dalam beragama. Pernyataan ini tentu bertolak belakang dengan Muhammadiyah yang meninggalkan tradisi yang dianggap tidak perlu, mubadzir, dan terlalu mengada-ada. Karena bagi Muhammadiyah unsur kebudayaan atau tradisi tidak bisa dikombinasikan karena ditakutkan akan menyatu dengan ajaran Islam. Dari segi ekonomi, tentulah tahlilan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, apalagi untuk kalangan masyarakat menengah kebawah yang akan lebih terbebani dengan semua hal tersebut. Namun tradisi tahlilan saat ini sudah sangat melekat dengan acara perjamuannya. Sehingga jika tahlilan tanpa jamuan maka akan sangat aneh di mata masyarakat, sampai akhirnya membuat suatu tuntutan yang tidak disadari oleh keluarga yang meninggal, kemudian berubah istilah sebagai sesuatu yang berdalihkan sodaqoh. Belum lagi adanya gengsi pada keluarga yang ditinggalkan terhadap masyarakat dilingkungannya, yang seolah-olah menuntut sebuah keharusan diadakannya tahlilan, yang tentu saja didalamnya terdapat perjamuan. Padahal jika itu memberatkan kita, maka yang terjadi biasanya mereka akan memilih meminjam uang kepada orang lain untuk melaksanakan acara tahlilan tersebut. Yang justru akan lebih memberatkan orang yang ditinggalkan tersebut, apalagi acara ini berlangsung selama seminggu setelah orang tersebut meninggal, dilanjutkan pada 40 harinya, dan terakhir 100 harinya (orang itu meninggal). Semua itu tentu memerlukan biaya yang cukup membengkak bagi keadaan ekonomi keluarganya. Mungkin alasan itulah yang dijadikan pedoman Muhammadiyah untuk meniadakan tahlilan dalam ajarannya, agar tidak menjadi beban bagi masyarakat. Karena di dalam ajaran Islam sesuatu itu bisa berubah hukumnya jika ada suatu keadaan yang lain menimpanya. Seperti ketika kita di hutan tidak ada makanan, kemudian hanya ada babi disana, maka kita wajib untuk memburu babi tersebut sehingga kita bisa bertahan hidup kembali. Sama seperti hukum tahlilan, jika hukum tahlilan pada awalnya disunatkan, kemudian hukum tersebut hanya akan memberikan madorot pada diri kita sendiri, maka hukum tahlilan itu akan menjadi haram. Untuk merubah semua tradisi tersebut tentu tidaklah mudah, harus ada pendekatan dan saling pengertian untuk memberikan penjelasan mengenai arti sebenarnya dalam tahlilan itu sendiri. Apalgi jika dilihat dari segi ekonomi masyarakat bawah yang tidak cukup hanya dengan mendistribusikan sejumlah dana berapapun besarnya untuk memenuhi kebutuhan mereka, tidak juga dengan pendidikan yang diharapkan dapat merubah pola pikir mereka, tetapi perlu kebijakan yang berwawasan etika sosial, politik dan budaya serta mekanisme pasar yang berkeadilan. Dengan begitu, masyarakat tidak terlalu memaksakan suatu keadaan. Mereka justru akan lebih luas pemikirannya untuk tidak hanya sekedar ikut-ikutan tradisi yang ada. Masyarakat akan lebih kritis dan adil terhadap keadaan mereka yang justru akan menjadi semakin terbebani jika melaksanakan semua ritual-ritual tahlilan yang ada. Cukuplah dengan mendo`akan tanpa harus adanya perjamuan yang serba mewah dikarenakan gengsi dan tuntutan masyarakat semata. Tentu saja penjelasan ini harus diketahui oleh semua kalangan masyarakat yang ada, agar tidak terjadi ketimpangan antara masyarakat satu dengan lainnya yang kurang faham. Karena sesungguhnya orang yang ditinggalkan justru harus mendapat bantuan dari masyarakat lainnya, bukan malah memberi pada orang lain. Meskipun mereka melakukan tradisi ini dengan niat ikhlas, tetapi tidak seharusnya pula niat ikhlas kita malah memberatkan kita dengan pinjaman biaya kepada orang lain. Tahlilan ini tidak hanya memadorotkan, namun bisa saja menjadi masalahat bagi orang lain, jika tahlilan ini dilakukan oleh masyarakat kalangan atas, yang memang memiliki kelebihan rezeki. Dengan mengundang anak yatim atau tetangga sekitar rumahnya untuk ikut mendo`akan kerabatnya yang telah meninggal. Memberikan pahala bagi keluarga yang ditinggalkan, menghapuskan dosa orang yang meninggal, dan mengandung silaturahmi didalam kegiatan tahlilan tersebut. Oleh karena itu tahlilan dapat menjadi baik atau sebaliknya, jika memang tidak memadorotkan atau memang mereka mampu dari segi finansialnya. Jadi tergantung keadaan seseorang itu sendiri. BAB III KESIMPULAN Tahlilan merupakan kegiatan ibadah yang telah berlangsung lama dalam kehidupan masyarakat kita. Biasanya tahlilan dilaksanakan ketika ada sanak keluarga yang telah meninggal, dengan berbagai macam ritual yang diakhiri dengan jamuan makan bersama. Dalam segi ekonomi tentulah tahlilan tersebut mengandung biaya yang membutuhkan dana yang cukup menguras kantong. Meski demikian tahlilan tetap menjadi sebuah tradisi yang tidak mudah untuk dihapuskan, sehingga menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat untuk melaksanakannya. Terutama pada kalangan masyarakat NU, yang kemudian memunculkan perbedaan pendapat dengan kalangan Muhammadiyah. Menurut kalangan Muhammadiyah tahlilan hanya akan membebani masyarakat sehingga harus ditiadakan. Sehingga Muhammadiyah menganggap tahlilan itu merupakan bid`ah. Bid`ah ialah sesuatu yang dianggap baru, yang tidak ada di jaman Rasullulah saw. Terlepas dari perbedaan pendapat dua organisasi Islam tersebut, kita dapat mengambil hal-hal yang positif yang terkandung di dalamnya. Dimana sebenarnya tahlilan itu tidak hanya memberikan keuntungan bagi orang yang meninggal, namun kita yang ikut mendoakannyapun mendapat kebaikan yang sama. Bukankah Rosullulah pernah bersabda, “siapa orang yang mendoakan kebaikan terhadap orang lain, maka orang tersebut akan mendapatkan kebaikan karena malaikat ikut mendoakannya pula”. Dengan demikian tahlilan sebenarnya bukan sesuatu hal yang salah, tetapi penafsiran masyarakat yang terlalu berlebihan dalam menyikapi tahlilan tersebut menjadikan tahlilan seolah sebuah masalah. Padahal jika kita megikuti hadist diatas, maka kita akan mendapatkan kefahaman, bahwa tahlilan itu dapat meringankan dosa seseorang dan kita mendapatkan kebaikan pula karenanya. Namun karena tradisi didalam masyarakat yang salah, membuat tahlilan malah akan menjadi beban dan akhirnya memadorotkan. Oleh karena itu, lakukanlah apa yang kita yakini dengan sebaik-baiknya, dan tempatkanlah kebaikan itu pada tempatnya. Sehingga kebaikan tersebut akan memberikan manfaat bagi kita, jangan sampai menyalahgunakan kebaikan tersebut yang justru akan memadorotkan kita sendiri. Pada kenyataannya perdebatan mengenai masalah tahlilan diantara NU dan Muhammadiyah hanya terjadi pada kalangan elite dalam bidang keilmuan Islam. Tidak pada kalangan masyarakat yang malah saling berbaur dalam kegiatan tahlilan, baik warga NU maupun Muhammadiyah yang justru saling menghormati, meskipun adapula yang tidak mengikutinya. Namun perbedaan ini haruslah disikapi dengan bijaksana. Karena sesungguhnya perbedaan merupakan rahmat yang harus kita hormati. Selagi perbedaan ini tidak melenceng dari ajaran Islam. Serta tidak harus menjadi suatu keadaan yang memaksakan untuk melaksanakan tahlilan tersebut. Terlalu memaksakan justru akan menjadi suatu masalah yang baru nantinya. Jadi laksanakanlah tahlilan tersebut jika memang tidak memberatkan, jika sekiranya hanya akan memadorotkan kita, lebih baik cukup do`akan sendiri oleh keluarga serta meminta orang lain untuk ikut mendo`akannya, tanpa harus mengadakan acara tahlilan di rumah. Daftar Pustaka Witteveen. 2004. Tasawuf Inaction. Jakarta: Serambi Tebba, Sudirman. 2008. Nikmatnya Tahlilan. Ciputat: Pustaka Irvan Misrawi, Zuhairi. 2004. Menggugat Tradisi; pergulatan pemikiran pemuda NU. Jakarta: Kompas Muzadi, Muchit. 1995. NU dan Fiqh Kontekstual. Yogyakarta: LKPSM NU DIY Siddiqi, Muhammad Nejatullah. 1991. Kegiatan Ekonomi dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksara Shobron, Sudarno. 2008. Studi Kemuhammadiyahan. Surakarta: LPID Universitas Muhammdiyah Surakarta. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka,Jakarta.2005 Jurdi, Syafruddin, dkk (editor). 2010. 1 Abad Muhammadiyah. Jakarta: Kompas Mulkhan, Abdul Munir. 2010. KIAI AHMAD DAHLAN. Jakarta: Kompas Effendi, Johan. 2010. Pembaruan tanpa Membongkar Tradisi. Jakarta: Kompas Mulkhan, Abdul Munir. 1995. Teologi dan Demokrasi Modernitas Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

1 komentar:

Nabi memiliki beberapa anak, yang anak laki2 semua

meninggal sewaktu masih kecil. Anak-anak perempuan

beliau ada 4 termasuk Fatimah, hidup sampai

dewasa.
Ketika Nabi masih hidup, putra-putri beliau yg

meninggal tidak satupun di TAHLIL i, kl di do'akan

sudah pasti, karena mendo'akan orang tua,

mendo'akan anak, mendo'akan sesama muslim amalan

yg sangat mulia.

Ketika NABI wafat, tdk satu sahabatpun yg TAHLILAN

untuk NABI,
padahal ABU BAKAR adalah mertua NABI,
UMAR bin KHOTOB mertua NABI,
UTSMAN bin AFFAN menantu NABI 2 kali malahan,
ALI bin ABI THOLIB menantu NABI.
Apakah para sahabat BODOH....,
Apakah para sahabat menganggap NABI hewan....

(menurut kalimat sdr sebelah)
Apakah Utsman menantu yg durhaka.., mertua

meninggal gk di TAHLIL kan...
Apakah Ali bin Abi Tholib durhaka.., mertua

meninggal gk di TAHLIL kan....
Apakah mereka LUPA ada amalan yg sangat baik,

yaitu TAHLIL an koq NABI wafat tdk di TAHLIL i..

Semua Sahabat Nabi SAW yg jumlahnya RIBUAN,

Tabi'in dan Tabiut Tabi'in yg jumlahnya jauh lebih

banyak, ketika meninggal, tdk ada 1 pun yg

meninggal kemudian di TAHLIL kan.

cara mengurus jenazah sdh jelas caranya dalam

ISLAM, seperti yg di ajarkan dalam buku2 pelajaran

wajib dr SD - Perguruan tinggi. Termasuk juga tata

cara mendo'akan Orang tua yg meninggal dan tata

cara mendo'akan orang2 yg sdh meninggal dr kaum

muslimin.

Saudaraku semua..., sesama MUSLIM...
saya dulu suka TAHLIL an, tetapi sekarang tdk

pernah sy lakukan. Tetapi sy tdk pernah mengatakan

mereka yg tahlilan berati begini.. begitu dll.

Para tetangga awalnya kaget, beberapa dr mereka

berkata:" sak niki koq mboten nate ngrawuhi

TAHLILAN Gus.."
sy jawab dengan baik:"Kanjeng Nabi soho putro

putrinipun sedo nggih mboten di TAHLILI, tapi di

dongak ne, pas bar sholat, pas nganggur leyeh2,

lan sakben wedal sak saget e...? Jenengan Tahlilan

monggo..., sing penting ikhlas.., pun ngarep2

daharan e..."
mereka menjawab: "nggih Gus...".

sy pernah bincang-bincang dg kyai di kampung saya,

sy tanya, apa sebenarnya hukum TAHLIL an..?
Dia jawab Sunnah.., tdk wajib.
sy tanya lagi, apakah sdh pernah disampaikan

kepada msyarakat, bahwa TAHLILAN sunnah, tdk

wajib...??
dia jawab gk berani menyampaikan..., takut timbul

masalah...
setelah bincang2 lama, sy katakan.., Jenengan

tetap TAHLIl an silahkan, tp cobak saja

disampaikan hukum asli TAHLIL an..., sehingga

nanti kita di akhirat tdk dianggap menyembunyikan

ILMU, karena takut kehilangan anggota.., wibawa

dll.

Untuk para Kyai..., sy yg miskin ilmu ini,

berharap besar pada Jenengan semua...., TAHLIL an

silahkan kl menurut Jenengan itu baik, tp sholat

santri harus dinomor satukan..
sy sering kunjung2 ke MASJID yg ada pondoknya.

tentu sebagai musafir saja, rata2 sholat jama'ah

nya menyedihkan.
shaf nya gk rapat, antar jama'ah berjauhan, dan

Imam rata2 gk peduli.
selama sy kunjung2 ke Masjid2 yg ada pondoknya,

Imam datang langsung Takbir, gk peduli tentang

shaf...

Untuk saudara2 salafi..., jangan terlalu keras

dalam berpendapat...
dari kenyataan yg sy liat, saudara2 salfi memang

lebih konsisten.., terutama dalam sholat.., wabil

khusus sholat jama'ah...
tapi bukan berati kita meremehkan yg lain.., kita

do'akan saja yg baik...
siapa tau Alloh SWT memahamkan sudara2 kita kepada

sunnah shahihah dengan lantaran Do'a kita....

demikian uneg2 saya, mohon maaf kl ada yg tdk

berkenan...
semoga Alloh membawa Ummat Islam ini kembali ke

jaman kejayaan Islam di jaman Nabi..., jaman

Sahabat.., Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in
Amin ya Robbal Alamin

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More